Minggu, 13 November 2016

Pangeran Aria Soeria Atmadja

Riwayat Hidup Singkat Pangeran Aria Soeria Atmadja Bupati Sumedang :  

Hasil gambar untuk biodata pangeran sumedang

Pangeran Aria Soeria Atmadja dilahirkan di Sumedang pada tanggal 11 Januari 1851 dengan nama Raden Sadeli, dari ayah Pangeran Aria Soeria Koesoema Adinata (Bupati Sumedang 1836-1882) dan R.A Ratnaningrat.
- Menginjak usia 8 tahun, mulai menerima pendidikan sekolah sambil mengaji Al-Quran.
- Pada usia 14 tahun mulai magang, sambil belajar bahasa Belanda, bahkan bahasa Inggris dan Prancis.
- Sejak masa kecil sudah tampak memiliki karakter terpuji. Suka menepati janji, rajin, cerdas, aktif dan penuh inisiatif.
- Karier pekerjaan dimulai sejak diangkat sebagai KALIWON pada usia 18 tahun, sejak 1 Agustus 1869 di Sumedang.
- Diangkat menjadi Wedana Ciawi pada tanggal 7 Pebruari 1971.
- Pada tanggal 29 November 1875 diangkat sebagai Patih Afdeling Sukapura kolot di Mangunreja.
- Dalam usia 32 tahun, diangkat menjadi bupati pada tanggal 30 Desember 1882 dan dilantik terhitung sejak tanggal 31 Januari 1883, sebagai Bupati Sumedang. Dalam tempao 13 tahun sejak menjadi KALIWON di Sumedang.

Gelar penghargaan yang dianugrahkan kepada beliau selama bekerja di pemerintahan adalah:
1. Gelar Rangga, ketika menjabat Patih Manonjaya, pada tanggal 29 November 1875.
2. Gelar Tumenggung, pada tanggal 30 Desember 1882.
3. Anugerah Bintang Emas, pada tanggal 21 Agustus 1891
4. Gelar Adipati, pada tanggal 31 Agustus 1898.
5. Anugerah Bintang Officier Van De Orde Van Orange Nassau, pada tanggal 27 Agustus 1903.
6. Gelar Aria, diraih pada tanggal 29 Agustus 1905
7. Anugerah Songsong Kuning, pda tanggal 26 Agustus 1905
8. Gelar Pangeran dengan Payung Emas, diraih pada tanggal 26 Agustus 1910.
9. Anugerah Bintang Agung Ridder Der Orde Van Den Nederlandschen Leeuw, penghargaan tertinggi, diraih pada tanggal 17 September 1918.

Selama masa jabatan pada pemerintahan, beliau banyak memberi perhatian pada masalah keagamaan, pendidikan, anak-anak dan generasi muda, pertanian, perekonomian kerakyatan, peternakan, pelestarian lingkungan hidup, kesehatan bahkan perhubungan, politik, dan keamanan.

Beliau banyak sekali mewakafkan tanah untuk kegunaan keagamaan dan kesejahteraan rakyat. Diantara sekian banyaknya wakaf beliau, adalah Sekolah Pertanian di Tanjungsari, dahulu namannya Landbouwshool, luasnya kira-kira 6 (enam) bau. Tanah seluas itu dibeli dengan uang beliau seharga f.3.000,-, demikian pula dengan pembangunan sekolah, didirikan atas biaya pribadi beliau sendiri. Guru sekolah pertanian yang pertama ialah R. Sadikin. Sekolah Pertanian di Tanjungsari ini menjadi kebanggaan masyarakat di Jawa Barat.

Merasa telah lanjut usia, Pangeran Aria Soeria Atmadja memohon berhenti dari jabatan bupati dengn Bisluit Gubernemen tanggal 17 April 1919, beliau pensiun dan kemudian pindah ke Sindangtaman Desa Sindangjati di pinggiran kota Sumedang. Beliau menjabat Bupati Sumedang selama 36 tahun, terhitung sejak tanggal 31 Januari 1883 sampai dengan tanggal 17 April 1919.

Pemakaian waktu selama 24 jam dipakai untuk:
- Bekerja 7-8 jam.
- Setengah jam dipakai untuk makan itu pun apabila beliau tidak melaksanakan saum, atau tirakat puasa Senin Kamis.
- Untuk istirahat, mandi dan shalat 5 waktu sekitar 10 jam.
- Waktu tidur beliau rata-rata hanya 4 jam.

Masa kerja, beliau mencapai 50 tahun sejak diangkat KALIWON. Pada tanggal 23 April 1921 beliau berangka ke tanah suci dan wafat di Mekkah serta dikebumikan di pemakaman MA’ala pada tanggal 1 Juni 1921. oleh karena itu, Pangeran Aria Soeria Atmadja mendapat gejar “Pangeran Mekah.”

Mengingat Pangeran Aria Soeria Atmadja banyak sekali jasanya bagi rakyat Sumedang, maka atas inisatif Pangeran Stichting, dibangunlah sebuah monument di tengah alaun-alun dinamakan LINGGA. Bentuk bangunan monument tersebut sekarang menjadi lambang Kabupaten Sumedang.

Monumen Lingga diresmikan oleh Gubernur Jendral Mr. D. Fock, pada tanggal 25 April 1922. pada salah satu prasasti Lingga tersebut ditatahkan kalimat:
“URANG SADAYA SAMI TUNGGAL KAWULANGGIH ALLAH. SAASAL SATEDAK KENEH. UPAMI DIKAPALAAN KU NU SAMPURNA, WENING GALIH SARENG LINUHUNG, AYEM TENGTREM SADAYANA.


Waduk Jatigede

 Asal Mula Waduk Jatigede


Hasil gambar untuk foto jatigede


Pada mulanya pembangunan waduk Jatigede Sumedang Jawa Barat ini  sudah lama yang di prakarsai sudah hampir 6 presiden indonesia pada tahun 1963 dan pada zaman itupun memang seperti sekarang kendala yang sering dilalui pemerintah merupakan relokasi warga yang kena dampak pembangunan waduk yang memang tujuan akhir dari pemerintah akan sangat membantu Khususnya daerah Sumedang yang memang tuan rumahnya untuk pembebasan lahan dimluai pada tahun 1982 dan desain pembangunan waduk ini pda tahun 1988 dan disambung kembali pada tahun 2007 dengan proses konstruksi,

lantas bagaimana cara pemerintahan Menanggulangi Dampak Sosial ? 

Pada saat pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah merumuskan kompensasi kepada warga yang terdampak proyek waduk terbesar ke-2 di Indonesia tersebut. Kompensasi yang akan diberikan kepada 11.469 Kepala Keluarga (KK) di lokasi proyek Waduk Jatigede adalah sekitar Rp 700 miliar.

Baru menjadi buah bibir masyarakat saat sudah beres pembangunan ?

Memang permasalahan dampak bila ambrolnya waduk jatigede ini sangat mengancam masyarakat yang terdapat di area tersebut dan apaboleh di kata pembebasan terus berlangsung saat itu penolakanpun ada dari pihak masyarakat itu sendiri maupun komunitas sunda yang tidak ingin peninggalan sesepuh mereka di tenggelamkan "Walaupun kata pemerintah akan di relokasikan" akan tapi bukan tidak mungkin kalo misalnya Waduk Jatigede tidak di isi air walaupun kesalhan terbesarnya masyarakat mau memberikan wilayah nya kepada pemerintah dengan dana yang diberikan pemerintah dan mental yang memberikan tanah tersebut belum siap mental akan resiko yang akan di hadapi ketika mega proyek ini sudah TERBANGUN cara apapun selalu ada bila manusia ingin terus berusaha yaitu Fisik Bendungan yang telah terbangun dapat dijadikan Monumen Konservasi Budaya dan Lingkungan dengan tumbuhkan kearifan lokal sebagai salah satu penggerak pembangunan nasional yang selalu di usung presiden pak Jokowi ketika berkampanye mungkin itu cuman 1 % dan 99% yang sudah di depan mata akan diisi pada 1 Agustus nanti .

Apa masalah yang disuarakan masyarakat daerah Jatigede di buat Waduk ?

 Memang dibuatnya pembangunan ini alhasil akan di rasakan semua pihak dan khususnya negara untuk masalah pembangkit listrik tenaga air dan sarana irigasi, tapi kekahawatiran masyarakat lebih besar di banding manfaat bendungan ini yaiyalah kalo ambrol uangpun gabisa nyelametin :Dhehe masalhanya antara lain :
1. Masalah Budaya dan Spiritual
Lebih dari 25 Situs Cagar Budaya terancam rusak/ ditenggelamkan, Situs melekat pada koordinat tempatnya, tidak bisa direlokasi atau dipindah
2. Masalah Geologi
Sudah ada uga/ ramalan dari leluhur bahwa apabila Bendungan Jatigede digenangi sampai menenggelamkan situs- situs cagar budaya maka akan membangunkan “Keuyeup Bodas” yang akan menjebol bendungan. Mithos “Keuyeup Bodas” secara geologi diyakini berkaitan erat dengan Lempeng Aktif Baribis yang secara kasat mata dapat dilihat sangat dekat dengan fisik
3. Masalah Sumber Daya Alam
Kekayaan keanekaragaman hayati daerah genangan Jatigede sangat baik terdiri dari pertanian (Sawah Subur minimal dua kali panen, banyak yang tiga kali), peternakan sapi dan domba, perkebunan, tanaman hortikultura, tanaman obat, perikanan air tawar dan lainnya
4. Masalah Efektifitas Bendungan
Lahan pertanian di hilir bendungan semakin berkurang
5. Masalah Ekonomi
Lebih dari 16.000 Kepala Keluarga akan kehilangan mata pencariannya dan menambah potensi jumlah kemiskinan.

Jumat, 11 November 2016

Mitos Jalan Cadas Pangeran

 
 

 Menurut berbagai sumber yang menuliskan sejarah kota Sumedang pada masa kekuasaan Pangeran Kusumadinata ke-9 pembangunan jalan di wilayah Cadas Pangeran ini menimbulkan korban jiwa lebih dari lima ribu pekerja paksa.
      Selain tekstur tanah berupa cadas kanan dan kiri tempat tersebut yang berupa jurang tajam membuat ribuan pekerja meninggal dunia. Karena peristiwa ini pula konon Pangeran Kusumadinata IX marah dan mengecam aksi Belanda yang tidak manusiawi.
      Jauh setelah peristiwa mengenaskan itu terjadi kini Jlan cadas pangeran kerap disebut-sebut sebagai salah satu jalan yang menakutkan serta kerap terjadi peristiwa-peristiwa aneh diluar nalar manusia di sepanjang jalan tersebut. Tak heran jika banyak orang yang menganggap cadas pangeran merupakan jalan terangker yang terdapat di wilayah Sumedang Jawa Barat.
      Tanjakan curam serta belokan yang tajam diwarnai dengan jurang di kanan kiri jalan seakan tepat menggambarkan jalan raya penghubung cirebon dan bandung ini. Selain pemandangan alam yang indah di kanan kiri bukit rupanya kisah misteri kerap pula terjadi di wilayah ini khususnya kisah tentang makhluk gaib yang kerap dituturkan masyarakat.

KISAH MISTERI CADAS PANGERAN 

Sebut saja Rinto, seorang perantau di Bandung yang sedang melakukan perjalanan menuju kampung halamannya di Jawa Tengah memasuki ruas jalan Cadas Pangeran sudah terlalu larut sekitar pukul 01.15 WIB. Meskipun ia memakai kendaraan roda dua sendirian namun tekad nya untuk segera sampai ke kampung halaman untuk memastikan istri nya baik-baik saja setelah melakukan persalinan anak pertama mereka.

Sekitar 10 menit melewati jalan berliku tersebut Rinto sebenarnya sudah sangat tidak nyaman, terlebih suasana pada malam itu tidak seperti biasanya. Jalanan terlihat sangat sepi dari kendaraan.
Sial bagi Rinto ketika melewati tanjakan yang curam motornya mogok entah karena apa, kemudian ia memutuskan untuk menepikan motor dan mencoba memperbaikinya.

Tak jauh dari tempat ia membongkar perlengkapan bengkelnya tiba-tiba ia melihat sosok bayangan hitam dari seberang jalan tepatnya di bawah pohon besar yang ia tak mengetahui apa jenisnya.
Belum juga motornya menyala ia mencoba untuk memperhatikan suara gemerosak seperti benda jatuh dari atas tersebut. Tiba-tia ia melihat sosok hitam berbulu seperti tikus namun kian lama kian membesar hingga tubuhnya saja menjadi tinggi setinggi pohon yang berada di samping jalan cadas pangeran sehingga ia pun harus mendangak untuk melihat wajah dari makhluk itu yang tidak pula tertampak.

Segera setelah dikagetkan dengan makhluk hitam berbulu lebat tersebut ia segera mengemasi peralatan nya dan menyurung motornya untuk turun melaju menuju ke bawah dengan motor tetap mogok.

Berikut adalah kisah misteri jalan Cadas Pangeran, benar tidaknya cerita tersebut tergantung kita mempercayai nya. Semoga bermanfaat....

Cerita menarik tentang tugu lingga Sumedang


Monumen yang berada tepat di tengah alun-alun kota Sumedang ini dibangun sebagai bentuk penghargaan 
jasa-jasa Bupati Sumedang kala itu, yakni Pangeran Aria Suria Adtmadja atau yang dikenal sebagai Pangeran mekah. Beliau dikenal sebagai Pangeran Mekah karena beliau meninggal di Mekah.

Pangeran Mekah dianggap paling berjasa karena beliau dapat mengembangkan kota Sumedang diberbagai bidang, seperti pertanian, perhutanan, perikanan, peternakan, kesehatan, pendidikan, dan banyak bidang lainnya. Beliau memerintah di kota Sumedang dari tahun 1883-1919. Beliau wafat di Mekah ketika sedang  melaksanakan ibadah haji pada 1 Juni 1921.

Untuk mengenang jasa-jasanya dibangunlah monumen berbentuk Lingga pada tahun 1922, yang kemudian diresmikan dengan mengundang Presiden, para Bupati, dan para pejabat lainnya pada tanggal 25 April 1922. Monumen ini merupakan bangunan permanen. Bagian dasar bangunan ini berbentuk bujur sangkar dan dilengkapi dengan sejumlah anak tangga serta pagar di setiap sisinya. Sedangkan bangunan utamanya berupa kubus yang sedikit melengkung di setiap sudut bagian atasnya. Bangunan ini terbuat dari batu dan tembaga.

Pada zaman dulu Lingga digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang penyimpanan Bupati terdahulu. Namun, sekarang barang-barang itu sudah dipindahkan ke Museum Prabu Geusan Ulun. 

Ada sebagian orang berfikir bahwa ada jalan rahasia dari dalam bangunan Lingga menuju ke Museum untuk memindahkan barang-barang peninggalan Bupati terdahulu. Tetapi, ternyata untuk memindahkan barang-barang tersebut diambil melalui kubah Lingga yang bisa di buka. Jadi, sebenarnya pandangan orang tentang jalan rahasia tersebut tidak benar adanya, Monumen ini terdapat empat sisi dan kubah diatasnya, di setiap sisinya terdapat inskripsi atau ukiran tulisan, di sisi barat terdapat inskripsi terdapat tulisan cacarakan (huruf jawa), pada sisi utara terdapat inskripsi huruf berbahasa Melayu, disisi sebelah timur juga terdapat inskripsi berhuruf cacarakan dan yang terakhir disisi sebelah selatan terdapat inskripsi berhuruf latin dengan menggunankan bahasa sunda.

Sampai sekarang, bangunan Lingga masih tetap dirawat dan menjadi salah satu ciri kota Sumedang dan masih tetap kokoh berdiri di tengah alun-alun kota Sumedang.

Sejarah Taman endog

SEJARAH TAMAN ENDOG



               
                Taman Endog (Taman Telur dalam bahasa indonesia) merupakan salah satu tempat yang dijadikan ruang terbuka hijau. Taman Endog berada di tengah-tengah kota Sumedang. Dinamakan Taman Endog karena di tengah taman terdapat bangunan tugu berbentuk telur raksasa. Dibawahnya terdapat dua buah tangan sebagai penyangganya.
            Taman Endog dibangun sekitar tahun 1990 oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang. Monumen Taman Endog berada dipertigaan jalan yang menuju kearah Kabuyutan Cipaku Darmaraja Sumedang.
Dibangunya Monumen Telur berasal wawacan Endog Sapatalang.Wawacan Endog Sapatalang berisi tentang zaman penciptaan. Zaman penciptaan tertulis dalam buku Cipaku wawacan Endog Sapatalong (yang berarti Cerita Telur Satu Rangkayan), menurut Ki Wangsa buku itu menjelaskan tentang proses penciptaan alam Semesta, mulai dari Tuhan menciptakan dunia dari cahaya, membentuk asap tebal menggumpal sampai mengeras menjadi dunia. Kemudian dunia ibarat Telur yang pecah sebagian menjadi langit dan sebagian menjadi bumi, air nya disebut alam tirta, merahnya disebut alam Marcapada(yaitu alam dunia yang tampak), putih telurnya ibarat alam Mayapada (yaitu alam jin dan sejenisnya) selaput tipis pembungkus putih telur disebut alam wa’dah ghaib dan selaput paling tipis menempel ke kulit telur ibarat alam surya laya (atau alam Rahyang), dewa-dewi (alam malaikat versi islam), sedangkan telurnya ibarat alam hakekat yang tidak bisa diukur oleh akal pikiran manusia. Tuhan yang maha kuasa menciptakan alam semesta dari cahaya kemudian menjadi matahari, bulan, bintang, planet, galaxy dan dan yang lainnya. Setelah menciptakan alam semesta lalu menciptakan tumbuhan, hewan, dan manusia.proses penciptaan alam semesta ini menurut wawacan Endog sapatalang dilakukan dalam waktu 15 hari 15 malam.
            Dibangunnya taman Endog sebagai symbol atau tempat yang menjelaskan tentang wawacan Endog sapatalang yang didalamnya berisi tentang proses penciptaan alam semesta oleh Tuhan yang diibaratkan seperti Telur. Tahun 2009 Taman Endog melakukan renovasi dikarenakan kondisi fisik tugunya yang mulai rusak. Renovasi tersebut kira-kira menghabiskan biaya APBD sekitar Rp.50.000.000.-
               
                Taman Endog (Taman Telur dalam bahasa indonesia) merupakan salah satu tempat yang dijadikan ruang terbuka hijau. Taman Endog berada di tengah-tengah kota Sumedang. Dinamakan Taman Endog karena di tengah taman terdapat bangunan tugu berbentuk telur raksasa. Dibawahnya terdapat dua buah tangan sebagai penyangganya.
            Taman Endog dibangun sekitar tahun 1990 oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang. Monumen Taman Endog berada dipertigaan jalan yang menuju kearah Kabuyutan Cipaku Darmaraja Sumedang.
Dibangunya Monumen Telur berasal wawacan Endog Sapatalang.Wawacan Endog Sapatalang berisi tentang zaman penciptaan. Zaman penciptaan tertulis dalam buku Cipaku wawacan Endog Sapatalong (yang berarti Cerita Telur Satu Rangkayan), menurut Ki Wangsa buku itu menjelaskan tentang proses penciptaan alam Semesta, mulai dari Tuhan menciptakan dunia dari cahaya, membentuk asap tebal menggumpal sampai mengeras menjadi dunia. Kemudian dunia ibarat Telur yang pecah sebagian menjadi langit dan sebagian menjadi bumi, air nya disebut alam tirta, merahnya disebut alam Marcapada(yaitu alam dunia yang tampak), putih telurnya ibarat alam Mayapada (yaitu alam jin dan sejenisnya) selaput tipis pembungkus putih telur disebut alam wa’dah ghaib dan selaput paling tipis menempel ke kulit telur ibarat alam surya laya (atau alam Rahyang), dewa-dewi (alam malaikat versi islam), sedangkan telurnya ibarat alam hakekat yang tidak bisa diukur oleh akal pikiran manusia. Tuhan yang maha kuasa menciptakan alam semesta dari cahaya kemudian menjadi matahari, bulan, bintang, planet, galaxy dan dan yang lainnya. Setelah menciptakan alam semesta lalu menciptakan tumbuhan, hewan, dan manusia.proses penciptaan alam semesta ini menurut wawacan Endog sapatalang dilakukan dalam waktu 15 hari 15 malam.
            Dibangunnya taman Endog sebagai symbol atau tempat yang menjelaskan tentang wawacan Endog sapatalang yang didalamnya berisi tentang proses penciptaan alam semesta oleh Tuhan yang diibaratkan seperti Telur. Tahun 2009 Taman Endog melakukan renovasi dikarenakan kondisi fisik tugunya yang mulai rusak. Renovasi tersebut kira-kira menghabiskan biaya APBD sekitar Rp.50.000.000.-

sejarah singkat cadas pangeran






'''Cadas Pangeran''' adalah nama suatu tempat, kira-kira enam kilometer sebelah barat daya kota Sumedang, yang dilalui jalan raya Bandung—Cirebon. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos Daendels yang melintasi daerah ini. Karena medan yang berbatu cadas, lima ribuan jiwa pekerja kehilangan nyawanya. Hal ini membuat marah penguasa Kabupaten Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828) yang lebih populer dengan sebutan Pangeran Kornel, dan ia memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan itu.

Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels yang memprakarsai pembangunan jalan "maut" tersebut pada tahun 1809. Dahsyatnya, proyek jalan itu hanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Jalur Anyer-Panarukan itu dibangun mula-mula sebagai jalan raya pos yang menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809. Namun, keberhasilan Daendels itu tak terlepas dari penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau rodi tanpa bayaran sesen pun. Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas, baik yang melawan maupun meninggal dunia akibat kerja rodi.

Maklum saja, Daendels terkenal dengan kekejamannya dan berlaku sangat keras, yang disukai oleh Kaisar Prancis Napoleon--Prancis saat itu menguasai Kerajaan Belanda. Sebaliknya, bagi bangsa Indonesia, kekejian Daendels sangat dibenci hingga ia mendapat julukan "Mas Galak" atau "Mas Guntur". Julukan itu sesuai dengan tindak tanduknya yang kerap menekan kekuasaan raja-raja atau penguasa setempat, khususnya terhadap wong cilik. Walau begitu, sejumlah "inlader" akhirnya nekat menentang Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak seluruh rakyat memberontak terhadap kehendak "Si Tuan Besar" itu.

Satu di antara yang menonjol adalah Peristiwa Cadas Pangeran. Betapa tidak, ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang lebih tiga km. Di daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor. Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah longsor maupun tertimpa batu-batu besar. Banyak pula yang terjerembab ke jurang selama pembangunan jalan itu. Belum lagi sejumlah binatang buas yang kerap memangsa beberapa buruh rodi yang keletihan di malam hari.

Kabar mengenai ribuan penduduk Sumedang yang tewas akibat kerja rodi tentu membuat gusar penguasa setempat saat itu, yaitu Pangeran Kusumahdinata atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Dia pun merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan Daendels. Pangeran Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya ke lokasi pembuatan jalan yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan berbagai binatang buas yang masih berkeliaran. Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang suruhan Pangeran Kornel mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat memprihatinkan. Bahkan, mereka cuma mempergunakan peralatan atau perkakas yang tergolong sederhana untuk memapras tebing.

Selain kurang peralatan, hambatan lain dalam pembuatan jalan itu adalah perbekalan makanan yang tak mencukupi. Tak heran, buruh rodi banyak yang terjangkit sejumlah penyakit, seperti malaria. Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam hari, turut menambah kesengsaraan para pekerja.

Atas kenyataan itulah, Pangeran Kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels di hadapan para pekerja dan masyarakat Sumedang. Disusunlah rencana pemberontakan terhadap Mas Galak. Setelah rencana dianggap matang, Pangeran Kornel bersama sejumlah pengawalnya pergi ke lokasi kerja rodi tersebut. Dia pun sabar menanti kedatangan Daendels.

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga. Di kejauhan tampak Daendels menunggang kuda dengan didampingi segelintir pasukannya. Daendels memang secara rutin kerap mengawasi pembuatan jalan di daerah bercadas tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Gubernur Jenderal yang kejam itu, tepatnya di Desa Ciherang.

Tentu saja Daendels kegirangan melihat kedatangannya disambut sendiri oleh penguasa setempat. Tanpa rasa curiga, dia segera mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel. Bukan kepalang terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel menyambut ulurannya dengan tangan kiri. Tak cuma itu, penguasa Sumedang ini juga menghunus keris Naga Sastra di tangan kanannya.

Dengan pancaran mata yang tajam tanpa berkedip, Pangeran Kornel terus menatap lawannya. Sontak, keangkuhan Daendels luntur seketika. Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari Pangeran Kornel atau Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu.

Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel menjawab bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Sumedang terlalu berat. Setelah mengucapkan alasannya, Pangeran Kornel menantang Daendels duel satu lawan satu. Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa regent (bupati) Sumedang yang bernama Pangeran Kusumahdinata lebih baik berkorban sendiri ketimbang harus mengorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa.

Mendengar alasan yang tegas dan jelas tersebut, serta sadar akan situasi yang tidak menguntungkan baginya, Daendels pun luluh keberaniannya. Kemudian Daendels berjanji akan mengambil alih pekerjaan pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat Sumedang diperkenankan hanya membantu saja.

Ternyata itu hanyalah akal-akalan Daendels. Buktinya, beberapa hari kemudian, dia membawa ribuan pasukan Kompeni dan hendak menumpas perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun berkecamuk di sana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu junjungan mereka. Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara penjajah berhasil memadamkan pemberontakan Pangeran Kornel dengan memakan korban yang tak sedikit. Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur di ujung bedil pasukan Belanda.

Semenjak itulah, jalan yang melintasi medan berbukit itu dinamakan Cadas Pangeran. Ini untuk mengenang keberanian Pangeran Kornel yang rela gugur dalam memperjuangkan atau membela kepentingan rakyat Sumedang yang sangat dicintainya.(ANS/Dari Berbagai Sumber dan Tradisi Sejarah Lisan Masyarakat Pasundan.


Patung ini sebenarnya adalah patung yang baru, menggantikan patung yang lama yang sekarang di pindahkan ke Universitas Winaya Mukti dan konon katanya akan di pindahkan kembali ke gedung Negara. Dan berikut patung yang lama yang sekarang di tempatkan di Universitas Winaya Mukti tersebut,

 


sekian sejaran singkat Cadas Pangeran yang saya bahas, semoga bermanfaat. Terimakasih...

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget